Masalah
Kenaikan Harga Gas LPG
Ø
Penjelasan
tentang Gas LPG
Gas LPG adalah campuran dari berbagai unsur
hidrokarbon yang berasal dari gas alam.
LPG dikenalkan oleh Pertamina dengan merk Elpiji. Dengan menambah tekanan dan
menurunkan suhunya, gas berubah menjadi cair. Komponennya didominasi propana (C3H8)
dan butana (C4H10).
Elpiji juga mengandung hidrokarbon ringan lain dalam jumlah kecil, misalnya etana (C2H6) dan pentana (C5H12).
Dalam kondisi atmosfer, elpiji akan berbentuk
gas. Volume elpiji dalam bentuk cair lebih kecil dibandingkan dalam bentuk gas
untuk berat yang sama. Karena itu elpiji dipasarkan dalam bentuk cair dalam
tabung-tabung logam bertekanan. Untuk memungkinkan terjadinya ekspansi panas (thermal
expansion) dari cairan yang dikandungnya, tabung elpiji tidak diisi secara
penuh, hanya sekitar 80-85% dari kapasitasnya. Rasio antara volume gas bila
menguap dengan gas dalam keadaan cair bervariasi tergantung komposisi, tekanan
dan temperatur, tetapi biasaya sekitar 250:1.
Tekanan di mana elpiji berbentuk cair,
dinamakan tekanan uap-nya, juga bervariasi tergantung
komposisi dan temperatur; sebagai contoh, dibutuhkan tekanan sekitar 220 kPa (2.2
bar) bagi butana murni pada 20 °C (68 °F) agar mencair, dan sekitar
2.2 MPa (22 bar) bagi propana murni pada 55 °C (131 °F).
Menurut spesifikasinya, elpiji dibagi menjadi
tiga jenis yaitu elpiji campuran, elpiji propana dan elpiji butana. Spesifikasi
masing-masing elpiji tercantum dalam keputusan Direktur Jendral Minyak dan Gas
Bumi Nomor: 25K/36/DDJM/1990. Elpiji yang dipasarkan Pertamina adalah
elpiji campuran.
Ø
Berita
tentang naiknya harga Gas LPG
Anggota DPR Bambang Soesatyo
menyatakan, kasus kenaikan harga gas elpiji 12 kilogram di awal 2014
menggambarkan betapa manajemen pemerintahan benar-benar tidak berwibawa. Alasan
kenaikan harga elpiji sebagai aksi korporasi Pertamina yang sulit dicegah
berdasarkan pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Menko Perekonomian
Hatta Rajasa dianggap argumentasi ngawur.
Sebab, kebijakan menaikkan harga gas elpiji
tabung 12 Kg adalah kebijakan pemerintahan Presiden Yudhoyono, bukan kebijakan
PT Pertamina. Pertamina adalah BUMN yang diikat dengan Undang-Undang dan harus
tunduk kepada pemerintah, khususnya kepada Presiden dan Menteri ESDM sebagai
pembina. Apalagi komoditi yang dikelola Pertamina sangat strategis dalam
konteks kepentingan rakyat.
“Kesimpulannya sederhana saja, karena sejak 1
Januari 2014 Pertamina telah menaikan harga gas elpiji 12 kilogram, berarti
Presiden dan para pembantunya telah menyetujui proposal Pertamina itu. Kalau
tidak disetujui SBY, Pertamina tidak akan berani menaikan harga gas elpiji,”
ujar Bambang, kepada “PRLM”, Minggu (5/1/2013).
Ia menambahkan, karena kenaikan harga elpiji
berdampak sangat luas dan signifikan terhadap kehidupan rakyat, Jero Wacik
pasti tidak berani bertindak sendirian. Dia akan berkoordinasi dengan Menko
Perekonomian Hatta Rajasa. Apalagi, ada dampak inflatoir dari naiknya harga gas
elpiji. Hatta dan Jero Wacik pasti harus berkonsultasi dengan Presiden
Yudhoyono sebelum memberi respon final kepada Pertamina.
“Jadi, kalau presiden dan Menko Perekonomian
mengatakan naiknya harga elpiji 12 Kg sebagai aksi korporasi Pertamina,
pernyataan ini sarat kebohongan. Kenaikan harga itu tidak mendadak, melainkan
sudah direncanakan dan diketahui pemerintah. Sebab, PT Pertamina telah
melaporkan rencana kebijakan perubahan harga elpiji 12 Kg kepada Menteri ESDM
Jero Wacik. Mekanisme pelaporan ini sesuai dengan Pasal 25 Peraturan Menteri
ESDM No.26/2009 tentang Penyediaan dan Pendistribusian Elpiji,” kata Anggota
DPR dari Fraksi Partai Golkar itu.
Oleh karena itu, kata dia, instruksi presiden
kepada Wapres Boediono agar mengadakan rapat koordinasi dengan para pihak
terkait untuk menyikapi kenaikan harga gas elpiji sebagai kebohongan dan
kepura-puraan belaka. “Presiden, lagi-lagi cuci tangan dan tidak mau
bertanggungjawab,” ujarnya.
Sebenarnya, kata Bambang, kenaikan harga
elpiji itu sudah menjadi scenario Pertamina sejak awal 2012 lalu. Saat itu,
Pertamina luncurkan elpiji Bright Gas, berisi 12 kg dengan tabung warna ungu,
hijau dan merah muda dengan harga lebih mahal. Produk itu direncanakan sebagai
pengganti elpiji tabung warna biru yang memang dijual murah.
Lalu, kata dia, untuk merealisasikan hal
tersebut, Pertamina sengaja membuat langka elpiji tabung biru di pasaran agar
konsumen beralih ke elpiji Bright Gas yang harganya memang lebih mahal, yakni
Rp 135.000 per tabung.
Namun, rencana atau skenario tersebut gagal
karena konsumen protes kelangkaan elpiji biru dan membuat harga liar. Waktu itu
elpiji biru meraih level Rp 100.000-Rp 120.000 per tabung.
“Nah, di 2014 inilah, Pertamina mau paksakan
lagi agar gas elpiji biru setara harganya dengan elpiji Bright Gas. Itu
tipu-tipuan aja. Lihat dan teliti. Produk elpiji Bright Gas itu cuma tabung gas
lama yang berwarna biru dicat warna-warni baru, plus dikasih karet yang
melingkar di bodi tabung. Kalo dikelupas, tabungnya ya tabung elpiji biru juga.
Itulah akal-akalan pemaksaan Pertamina untuk mendongkrak harga,” ujar Bambang.
Ia yakin kalau jika dilakukan audit, biaya
produksi tabung elpiji Bright Gas sama saja dengan biaya produksi elpiji tabung
biru, mengingat isinya yang sama saja yakni LPG.
“Barangkali inilah yang menjelaskan dugaan
soal akal-akalan Pertamina menipu konsumen. Saya paham bisnis ini, karena ada
beberapa anggota Kadin Indonesia yang menjadi pemain eceran dan agen
Pertamina,” kata Ketua Umum Ardin Indonesia dan Wakil Ketua Umum Kadin
Indonesia itu.
Oleh karena itu, ia merasa Komisi VII DPR perlu melakukan sidak untuk mencari lokasi produksi tabung elpiji gas Bright Gas. Sebab, saat Elpiji Biru dipasarkan Rp 85.000 per tabung, Bright Gas dipasarkan Rp 135.000 per tabung.
Oleh karena itu, ia merasa Komisi VII DPR perlu melakukan sidak untuk mencari lokasi produksi tabung elpiji gas Bright Gas. Sebab, saat Elpiji Biru dipasarkan Rp 85.000 per tabung, Bright Gas dipasarkan Rp 135.000 per tabung.
“Nah logikanya, kalau saat ini Elpiji Biru
naik Rp 50.000, Bright Gas harusnya naik juga jadi Rp 185.000 per tabung. Kalo
tahu-tahu harga Elpiji Biru dan Bright Gas disamakan menjadi Rp 135.000an,
berarti Pertamina memang punya skenario paksain konsumen beli segitu.
Jangan-jangan ini proyek menjelang pemilu,” tuturnya.
Ø
Solisi
mengenai harga Gas LPG yang naik.
Solusi harga Gas LPG adalah dengan cara
mencari bahan bakar alternatif agar bisa di gunakan untuk memasak. Kita bisa
saja menggunakan briket, Briket adalah sebuah blok bahan yang dapat
dibakar yang digunakan sebagai bahan bakar untuk
memulai dan mempertahankan nyala api. Briket yang paling umum digunakan adalah briket batu bara,
briket arang,
briket gambut,
dan briket biomassa.
Kita bisa juga menggunakan kotoran sapi yang di rubah menjadi biogas yang bisa
menjadi bahan bakar agar bisa di gunakan sebagai pengganti Gas LPG saat ini.
Ø
Kesimpulan
Pertamina adalah salah satu perusahaan
pertambangan dan minyak bumi nasional yang sudah cukup lama berkiprah di Indonesia.
Sebagai perusahaan yang diberi hak untuk mengelola sumber daya yang menyangkut
kelangsungan hajat hidup masyarakat Indonesia, Pertamina memiliki kewajiban untuk
mengeksplorasi dan mendistribusikan hasil-hasil yang telah diolahnya kepada
masyarakat umum. Adanya tuntutan untuk memasarkan hasil olahan tersebut dengan
tingkat harga yang ditetapkan oleh pemerintah telah memberikan masalah
tersendiri bagi Pertamina. Gas Elpiji sebagai salah satu bahan bakar pokok yang
digunakan oleh rakyat harus dijual dengan harga tertentu yang secara finansial
memberikan dampak kerugian yang cukup besar bagi Pertamina. Disamping itu,
langkanya bahan baku gas alam secara tidak langsung telah memaksa Pertamina
untuk terus-menerus mengimpor bahan baku gas alam dari luar negeri atau negara
lain. Ditambah lagi dengan posisi nilai rupiah yang cenderung melemah telah
mengakibatkan biaya impor yang cukup besar. Selain itu, Pertamina masih
mengalami masalah-masalah lain yang bersifat teknis seperti keterbatasan tangki
timbun, gangguan teknis di kilang pengolahan, dan kurangnya jaringan distribusi
Gas Elpiji dalam skala nasional. Dalam kondisi social dan ekonomi sulit saat
ini, Pertamina hendaknya menerapkan strategi Pertumbuhan Pasar (Market Growth).
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan oleh Pertamina dengan strategi
Pertumbuhan pasar. Mempercepat pengembangan Upside Potential gas, intensifikasi
eksplorasi gas di kawasan captive market Pertamina, membangun infra struktur
(pipa) untuk memperluas pasar gas dan meningkatkan market share gas Pertamina
dengan membeli gas dari KPS. Memperluas jaringan distribusi dalam skala nasional
sekaligus meningkatkan kapasitas tangki timbun gas di wilayah-wilayah yang
menjadi pusat distribusi Gas Elpiji. Dengan strategi ini maka Pertamina diharapkan
dapat meningkatkan pangsa pasarnya secara nasional. Meningkatkan kekuatan jaringan
distribusi dan peningkatan kehandalan jumlah
serta mutu pasokan gas Elpiji. Mengembangkan Penyempurnaan pola
kemitraan dalam penjualan dan pemasaran produk gas Elpiji. Seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya bahwa harga Gas Elpiji bersubsidi saat ini dapat dinilai
sangat rendah jika dibandingkan dengan harga Gas Elpiji secara internasional.
Oleh sebab itu, sebaiknya Pertamina memfokuskan diri pada upaya menaikkan harga
Gas Elpiji secara bertahap. Hasil yang dapat dicapai dari strategi ini adalah
terciptanya harga Gas Elpiji yang ideal sehingga dapat memberikan pendapatan penjualan
yang menguntungkan perusahaan dalam jangka panjang. Strategi lainnya adalah
dengan memperkuat jaringan distribusi Gas Elpiji ke seluruh nusantara. Upaya
yang dilakukan Pertamina saat ini sudah dapat dinilai cukup.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar