Selasa, 07 Januari 2014

Masalah Kenaikan Harga Gas LPG

Masalah Kenaikan Harga Gas LPG

Ø  Penjelasan tentang Gas LPG
Gas LPG adalah campuran dari berbagai unsur hidrokarbon yang berasal dari gas alam. LPG dikenalkan oleh Pertamina dengan merk Elpiji. Dengan menambah tekanan dan menurunkan suhunya, gas berubah menjadi cair. Komponennya didominasi propana (C3H8) dan butana (C4H10). Elpiji juga mengandung hidrokarbon ringan lain dalam jumlah kecil, misalnya etana (C2H6) dan pentana (C5H12).
Dalam kondisi atmosfer, elpiji akan berbentuk gas. Volume elpiji dalam bentuk cair lebih kecil dibandingkan dalam bentuk gas untuk berat yang sama. Karena itu elpiji dipasarkan dalam bentuk cair dalam tabung-tabung logam bertekanan. Untuk memungkinkan terjadinya ekspansi panas (thermal expansion) dari cairan yang dikandungnya, tabung elpiji tidak diisi secara penuh, hanya sekitar 80-85% dari kapasitasnya. Rasio antara volume gas bila menguap dengan gas dalam keadaan cair bervariasi tergantung komposisi, tekanan dan temperatur, tetapi biasaya sekitar 250:1.
Tekanan di mana elpiji berbentuk cair, dinamakan tekanan uap-nya, juga bervariasi tergantung komposisi dan temperatur; sebagai contoh, dibutuhkan tekanan sekitar 220 kPa (2.2 bar) bagi butana murni pada 20 °C (68 °F) agar mencair, dan sekitar 2.2 MPa (22 bar) bagi propana murni pada 55 °C (131 °F).
Menurut spesifikasinya, elpiji dibagi menjadi tiga jenis yaitu elpiji campuran, elpiji propana dan elpiji butana. Spesifikasi masing-masing elpiji tercantum dalam keputusan Direktur Jendral Minyak dan Gas Bumi Nomor: 25K/36/DDJM/1990. Elpiji yang dipasarkan Pertamina adalah elpiji campuran.
Ø  Berita tentang naiknya harga Gas LPG
 Anggota DPR Bambang Soesatyo menyatakan, kasus kenaikan harga gas elpiji 12 kilogram di awal 2014 menggambarkan betapa manajemen pemerintahan benar-benar tidak berwibawa. Alasan kenaikan harga elpiji sebagai aksi korporasi Pertamina yang sulit dicegah berdasarkan pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Menko Perekonomian Hatta Rajasa dianggap argumentasi ngawur.
Sebab, kebijakan menaikkan harga gas elpiji tabung 12 Kg adalah kebijakan pemerintahan Presiden Yudhoyono, bukan kebijakan PT Pertamina. Pertamina adalah BUMN yang diikat dengan Undang-Undang dan harus tunduk kepada pemerintah, khususnya kepada Presiden dan Menteri ESDM sebagai pembina. Apalagi komoditi yang dikelola Pertamina sangat strategis dalam konteks kepentingan rakyat.
“Kesimpulannya sederhana saja, karena sejak 1 Januari 2014 Pertamina telah menaikan harga gas elpiji 12 kilogram, berarti Presiden dan para pembantunya telah menyetujui proposal Pertamina itu. Kalau tidak disetujui SBY, Pertamina tidak akan berani menaikan harga gas elpiji,” ujar Bambang, kepada “PRLM”, Minggu (5/1/2013).
Ia menambahkan, karena kenaikan harga elpiji berdampak sangat luas dan signifikan terhadap kehidupan rakyat, Jero Wacik pasti tidak berani bertindak sendirian. Dia akan berkoordinasi dengan Menko Perekonomian Hatta Rajasa. Apalagi, ada dampak inflatoir dari naiknya harga gas elpiji. Hatta dan Jero Wacik pasti harus berkonsultasi dengan Presiden Yudhoyono sebelum memberi respon final kepada Pertamina.
“Jadi, kalau presiden dan Menko Perekonomian mengatakan naiknya harga elpiji 12 Kg sebagai aksi korporasi Pertamina, pernyataan ini sarat kebohongan. Kenaikan harga itu tidak mendadak, melainkan sudah direncanakan dan diketahui pemerintah. Sebab, PT Pertamina telah melaporkan rencana kebijakan perubahan harga elpiji 12 Kg kepada Menteri ESDM Jero Wacik. Mekanisme pelaporan ini sesuai dengan Pasal 25 Peraturan Menteri ESDM No.26/2009 tentang Penyediaan dan Pendistribusian Elpiji,” kata Anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar itu.
Oleh karena itu, kata dia, instruksi presiden kepada Wapres Boediono agar mengadakan rapat koordinasi dengan para pihak terkait untuk menyikapi kenaikan harga gas elpiji sebagai kebohongan dan kepura-puraan belaka. “Presiden, lagi-lagi cuci tangan dan tidak mau bertanggungjawab,” ujarnya.
Sebenarnya, kata Bambang, kenaikan harga elpiji itu sudah menjadi scenario Pertamina sejak awal 2012 lalu. Saat itu, Pertamina luncurkan elpiji Bright Gas, berisi 12 kg dengan tabung warna ungu, hijau dan merah muda dengan harga lebih mahal. Produk itu direncanakan sebagai pengganti elpiji tabung warna biru yang memang dijual murah.
Lalu, kata dia, untuk merealisasikan hal tersebut, Pertamina sengaja membuat langka elpiji tabung biru di pasaran agar konsumen beralih ke elpiji Bright Gas yang harganya memang lebih mahal, yakni Rp 135.000 per tabung.
Namun, rencana atau skenario tersebut gagal karena konsumen protes kelangkaan elpiji biru dan membuat harga liar. Waktu itu elpiji biru meraih level Rp 100.000-Rp 120.000 per tabung.
“Nah, di 2014 inilah, Pertamina mau paksakan lagi agar gas elpiji biru setara harganya dengan elpiji Bright Gas. Itu tipu-tipuan aja. Lihat dan teliti. Produk elpiji Bright Gas itu cuma tabung gas lama yang berwarna biru dicat warna-warni baru, plus dikasih karet yang melingkar di bodi tabung. Kalo dikelupas, tabungnya ya tabung elpiji biru juga. Itulah akal-akalan pemaksaan Pertamina untuk mendongkrak harga,” ujar Bambang.
Ia yakin kalau jika dilakukan audit, biaya produksi tabung elpiji Bright Gas sama saja dengan biaya produksi elpiji tabung biru, mengingat isinya yang sama saja yakni LPG.
“Barangkali inilah yang menjelaskan dugaan soal akal-akalan Pertamina menipu konsumen. Saya paham bisnis ini, karena ada beberapa anggota Kadin Indonesia yang menjadi pemain eceran dan agen Pertamina,” kata Ketua Umum Ardin Indonesia dan Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia itu.
Oleh karena itu, ia merasa Komisi VII DPR perlu melakukan sidak untuk mencari lokasi produksi tabung elpiji gas Bright Gas. Sebab, saat Elpiji Biru dipasarkan Rp 85.000 per tabung, Bright Gas dipasarkan Rp 135.000 per tabung.
“Nah logikanya, kalau saat ini Elpiji Biru naik Rp 50.000, Bright Gas harusnya naik juga jadi Rp 185.000 per tabung. Kalo tahu-tahu harga Elpiji Biru dan Bright Gas disamakan menjadi Rp 135.000an, berarti Pertamina memang punya skenario paksain konsumen beli segitu. Jangan-jangan ini proyek menjelang pemilu,” tuturnya. 
Ø  Solisi mengenai harga Gas LPG yang naik.
Solusi harga Gas LPG adalah dengan cara mencari bahan bakar alternatif agar bisa di gunakan untuk memasak. Kita bisa saja menggunakan briket, Briket adalah sebuah blok bahan yang dapat dibakar yang digunakan sebagai bahan bakar untuk memulai dan mempertahankan nyala api. Briket yang paling umum digunakan adalah briket batu bara, briket arang, briket gambut, dan briket biomassa. Kita bisa juga menggunakan kotoran sapi yang di rubah menjadi biogas yang bisa menjadi bahan bakar agar bisa di gunakan sebagai pengganti Gas LPG saat ini.
Ø  Kesimpulan
Pertamina adalah salah satu perusahaan pertambangan dan minyak bumi nasional yang sudah cukup lama berkiprah di Indonesia. Sebagai perusahaan yang diberi hak untuk mengelola sumber daya yang menyangkut kelangsungan hajat hidup masyarakat Indonesia, Pertamina memiliki kewajiban untuk mengeksplorasi dan mendistribusikan hasil-hasil yang telah diolahnya kepada masyarakat umum. Adanya tuntutan untuk memasarkan hasil olahan tersebut dengan tingkat harga yang ditetapkan oleh pemerintah telah memberikan masalah tersendiri bagi Pertamina. Gas Elpiji sebagai salah satu bahan bakar pokok yang digunakan oleh rakyat harus dijual dengan harga tertentu yang secara finansial memberikan dampak kerugian yang cukup besar bagi Pertamina. Disamping itu, langkanya bahan baku gas alam secara tidak langsung telah memaksa Pertamina untuk terus-menerus mengimpor bahan baku gas alam dari luar negeri atau negara lain. Ditambah lagi dengan posisi nilai rupiah yang cenderung melemah telah mengakibatkan biaya impor yang cukup besar. Selain itu, Pertamina masih mengalami masalah-masalah lain yang bersifat teknis seperti keterbatasan tangki timbun, gangguan teknis di kilang pengolahan, dan kurangnya jaringan distribusi Gas Elpiji dalam skala nasional. Dalam kondisi social dan ekonomi sulit saat ini, Pertamina hendaknya menerapkan strategi Pertumbuhan Pasar (Market Growth). Ada beberapa cara yang dapat dilakukan oleh Pertamina dengan strategi Pertumbuhan pasar. Mempercepat pengembangan Upside Potential gas, intensifikasi eksplorasi gas di kawasan captive market Pertamina, membangun infra struktur (pipa) untuk memperluas pasar gas dan meningkatkan market share gas Pertamina dengan membeli gas dari KPS. Memperluas jaringan distribusi dalam skala nasional sekaligus meningkatkan kapasitas tangki timbun gas di wilayah-wilayah yang menjadi pusat distribusi Gas Elpiji. Dengan strategi ini maka Pertamina diharapkan dapat meningkatkan pangsa pasarnya secara nasional. Meningkatkan kekuatan jaringan distribusi dan peningkatan kehandalan jumlah   serta mutu pasokan gas Elpiji. Mengembangkan Penyempurnaan pola kemitraan dalam penjualan dan pemasaran produk gas Elpiji. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa harga Gas Elpiji bersubsidi saat ini dapat dinilai sangat rendah jika dibandingkan dengan harga Gas Elpiji secara internasional. Oleh sebab itu, sebaiknya Pertamina memfokuskan diri pada upaya menaikkan harga Gas Elpiji secara bertahap. Hasil yang dapat dicapai dari strategi ini adalah terciptanya harga Gas Elpiji yang ideal sehingga dapat memberikan pendapatan penjualan yang menguntungkan perusahaan dalam jangka panjang. Strategi lainnya adalah dengan memperkuat jaringan distribusi Gas Elpiji ke seluruh nusantara. Upaya yang dilakukan Pertamina saat ini sudah dapat dinilai cukup.

Sumber:


Tidak ada komentar:

Posting Komentar