Kematian Ribuan Ikan Sungai Surabaya Akibat Limbah Kembali
Terjadi
Ikan-ikan mati mengambang di Kali Surabaya.
Peristiwa kematian ikan-ikan di sungai
Surabaya yang kembali terjadi pada 13 November 2013 silam, menjadi catatan
penting pemerintah Propinsi Jawa Timur untuk segera disikapi. Menurut Lembaga
Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (Ecoton), peristiwa ini merupakan
bentuk pelecehan yang dilakukan industri terhadap hukum dan pemerintah.
“Ini adalah pelecehan industri terhadap
gubernur Jatim, padahal tahun ini gubernur punya program pro-environment,
juga program IPAL komunal, penertiban, patroli sungai. Itu dibanggakan gubernur
dalam RPJM dan Musrenbang, yang menyebut kualitas kali Brantas dan kali
Surabaya sudah meningkat kembali. Ini justru menjadi corengan bagi gubernur,
kredibilitas gubernur Jatim dilecehkan oleh industri,” ujar Prigi Arisandi,
Direktur Eksekutif Ecoton.
Warga mengumpulkan ikan-ikan yang mati secara
misterius tanggal 13 November 2013 silam.
Ecoton mendesak gubernur segera mengambil
tindakan atas peristiwa matinya ikan-ikan di sungai Surabaya, dan melakukan
penyelidikan terhadap indistri yang diduga membuang limbahnya ke sungai.
“Ini perlu tindakan, minimal dikumpulkan
industri itu untuk dididik dan dibina, terutama limbah buangan yang volumenya
besar, yang itu pasti diketahui BLH dan Jasa Tirta,” tukas Prigi kepada
Mongabay-Indonesia.
Direktur Eksekutif Ecoton ini mengungkapkan,
kasus kematian ikan pada 13 November lalu disebabkan turunnya oksigen dalam
air, akibat tingginya volume limbah yang dibuang ke sungai oleh industri yang
ada di sepanjang sungai Surabaya, mulai kawasan Warugunung hingga Gunungsari.
Warga menunjukkan ikan hasil menjaring di
sungai Surabaya Rabu 13 November 2013 lalu.
“Kurangnya oksigen akibat cemaran limbah
menyebabkan ikan pingsan atau mati. Limbah yang besar volumenya dibuang ke
suangai karena mengira hujan lebat turun. Kepekatan limbah yang menyebabkan
ikan mati,” kata Prigi Arisandi ditemui di kawasan sungai Surabaya kawasan
Karangpilang, Rabu (13/11) malam.
Warga masyarakat di sekitar rolak Gunungsari
dan Kebonsari Rabu (13/11) pagi, menangkapi ikan mabuk dan mati di sungai
Surabaya. Sementara Ecoton juga menerima laporan bahwa ikan mati juga terjadi
di kawasan Warugunung hingga Karangpilang, pada Selasa 12 November meski dalam
jumlah yang kecil.
“Kasus kematian kali ini tidak parah. Kalau
pada tahun 2012 itu 1 orang bisa mendapat 2 sampai 4 kuintal, kali ini maksimal
75 kg. Ada penurunan. Dan ikan yang mendominasi bader, 30 persen rengkik, jadi
ini tidak sedahsyat tahun lalu,” ucap Prigi, alumni Biologi Universitas
Airlangga Surabaya.
Ratusan bahkan ribuan ikan mati diduga akibat
cemaran limbah industri di Surabaya.
Ecoton menduga beberapa pabrik atau industri
di sepanjang sungai Surabaya, ikut andil menyebabkan ikan mati akibat limbah
yang dibuang ke sungai. Beberapa diantaranya yang dicurigai adalah pabrik
minyak, kertas, serta sabun detergen.
“Di daerah itu memang ada pabrik minyak,
perusahaan kertas, dan sabun deterjen yang diduga kuat punya kontribusi besar
menyebabkan pencemaran. Itu di Kebraon, Kedurus, juga di sekitar Karangpilang,
3 industri ini bisa jadi yang menimbulkan pencemaran, bisa jadi yang di bagian
atas menjadi pemicunya,” lanjut Prigi.
Susur Sungai
Tim investigasi Ecoton Rabu malam juga
melakukan susur sungai, untuk mempersempit ruang dan mendeteksi siapa
sebenarnya yang melakukan pencemaran. Sampel air sungai yang diambil dan diukur
menunjukkan kadar oencemaran di sungai Surabaya, meski sudah mulai menurun
dibanding sebelumnya. Ecoton menduga ada upaya pengenceran air limbah yang
dibuang ke suangai, yang dilakukan oleh pihak Jasa Tirta selaku pengelola air.
Beberapa sample air sungai dari 4 titik di
sungai Surabaya diambil untuk mengetahui lokasi penyebab pencemaran.
“Butuh gerak cepat, dan ini PR (pekerjaan
rumah) BLH kota Surabaya, karena ini wialayah Surabaya. Sehingga harus ada
penyikapan serius, yang selama ini belum pernah ada baik dari kota maupun
provinsi,” imbuh Prigi yang menyebut ada 16 perusahaan di sekitar sungai
Surabaya di wilayah kota Surabaya.
Ecoton kata Prigi, mendesak Badan Lingkungan
Hidup (BLH) Kota Surabaya dan Perum Jasa Tirta, untuk melakukan penelusuran
yang lebih detail untuk memantau kualitas air. Sementara itu somasi yang
dilakukan Ecoton pada 31 Oktber lalu, semakin menguatkan dugaan bahwa
pemerintah abai dan lalai terhadap upaya pengelolaan lingkungan.
“Jadi somasi kami ini bukan main-main, karena
ada peristiwa konkrit yang menunjukkan kalau ada pengabaian. Gugatan akan kita
lakukan dalam tahun ini bersama LBH, yang materinya sedang disusun. Ini jadi
bukti utama dan fakta baru yang memperkuat dugaan kami,” tegas Prigi Arisandi.
Saran: Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup dijelaskan bahwa upaya penanganan terhadap permasalahan pencemaran terdiri dari langkah pencegahan terhadap permasalahan pencemaran terhadap permasalahan pencemaran terdiri dari langkah pencegahan dan pengendalian. Ada pun penanggulangan atau pengendaliannya adalah upaya pembuatan standar bahan baku mutu lingkungan, pengaweasan lingkungan dan penggunaan teknologi dalam upaya mengatasi masalah pencemaran lingkungan. Secara umum, berikut ini merupakan upaya pencegahan atas pencemaran lingkungan:
- Mengatur sistem pembuangan limbah industri sehingga tidak mencemari lingkungan
- Menempatkan industri atau pabrik terpisah dari kawasan permukiman penduduk
- Melakukan pengawasan atas penggunaan beberapa jenis pestisida, insektisida dan bahan kimia lain yang berpotensi menjadi penyebab dari pencemaran lingkungan.
- Melakukan penghijauan.
- Memberikan sanksi atau hukuman secara tegas terhadap pelaku kegiatan yang mencemari lingkungan
- Melakukan penyuluhan dan pendidikan lingkungan untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat tentang arti dan manfaat lingkungan hidup yang sesungguhnya.
Sumber ;
http://www.mongabay.co.id/2013/11/15/kematian-ribuan-ikan-sungai-surabaya-akibat-limbah-kembali-terjadi/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar