Masalah Lingkungan di Indonesia dengan Perindustrian
Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah
bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi atau barang jadi menjadi barang
yang bermutu tinggi dalam penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan
perekayasaan industri. Dengan demikian, industri merupakan bagian dari proses
produksi. Bahan-bahan industri diambil secara langsung maupun tidak langsung,
kemudian diolah, sehingga menghasilkan barang yang bernilai lebih bagi
masyarakat. Kegiatan proses produksi dalam industri itu disebut dengan
perindustrian.
Dari definisi tersebut, istilah industri sering disebut sebagai kegiatan manufaktur (manufacturing). Padahal, pengertian industri sangatlah luas, yaitu menyangkut semua kegiatan manusia dalam bidang ekonomi yang sifatnya produktif dan komersial. Karena merupakan kegiatan ekonomi yang luas maka jumlah dan macam industri berbeda-beda untuk tiap negara atau daerah. Pada umumnya, makin maju tingkat perkembangan perindustrian di suatu negara atau daerah, makin banyak jumlah dan macam industri, dan makin kompleks pula sifat kegiatan dan usaha tersebut. Cara penggolongan atau pengklasifikasian industri pun berbeda-beda. Tetapi pada dasarnya, pengklasifikasian industri didasarkan pada kriteria yaitu berdasarkan bahan baku, tenaga kerja, pangsa pasar, modal atau jenis teknologi yang digunakan. Selain faktor-faktor tersebut, perkembangan dan pertumbuhan ekonomi suatu negara juga turut menentukan keanekaragaman industri negara tersebut, semakin besar dan kompleks kebutuhan masyarakat yang harus dipenuhi, maka semakin beranekaragam jenis industrinya.
Sedangkan industrialisasi adalah suatu proses
perubahan sosial ekonomi yang mengubah sistem pencaharian masyarakat agraris
menjadi masyarakat industri. Industrialisasi juga bisa diartikan sebagai suatu
keadaan dimana masyarakat berfokus pada ekonomi yang meliputi pekerjaan yang
semakin beragam (spesialisasi), gaji dan penghasilan yang semakin tinggi.
Industrialisasi adalah bagian dari proses modernisasi dimana perubahan sosial
dan perkembangan ekonomi erat hubungannya dengan inovasi teknologi.
Oleh sebab itu maka dalam makalah ini
kami akan membahas tentang bagaimana sejarah sektor industri di
Indonesia,masalah keterbalakangan industrialisasi di Indonesia,bagaimana
kebijakan industrilisasi di Indonesia,dan peranan sektor industri dalam
pembangunan.
·
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat
di rumuskan beberapa macam masalah antara lain adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana sejarah sektor
industri di Indonesia?
2. Apa yang menjadi masalah
keterbelakangan industrialisasi di Indonesia?
3. Bagaimana kebijakan
industrialisasi?
4. Bagaimana sektor industri
dalam pembangunan?
5. Apa yang menjadi dampak
industrialisasi Indonesia?
·
Tujuan penulisan
Makalah ini kami buat dengan tujuan
untuk pemenuhan tugas sistem ekonomi Indonesia selain itu diharapkan setelah
makalah ini diselesaikan,kita dapat:
1. Mengetahui dan memahami
bagaiamana sejarah sektor industri di Indonesia.
2. Mengatahui dan memahami
masalah keterbelakangan industrialisasi di Indonesia.
3. Mengetahui dan memahami
bagaiamana kebijkan industrialisasi.
4. Mengetahui dan memahami
bagaimana sektor industri dalam pembangunan.
5. Mengetahui dan memahami
apa yang menjadi dampak dari industrialisasi Indonesia.
·
Kajian Teori
Ada
beberapa teori tentang industri atau industrialisasi yang dikemukakan oleh para
ahli, Diantaranya adalah :
Menurut Boediono definisi Industrialisasi
adalah:
Proses percepatan pertumbuhan produksi barang
industri yang dilaksanakan didalam negri, yang diimbangi dengan pertumbuhan
yang serupa di bidang permintaannya (yang berasal dari dalam negri sendiri
maupun luar negri). Industrialisasi akan terhambat apabila aspek produksinya
atau aspek permintaanya atau keduannya terhambat pertumbuhannya. (Ekonomi
Internasional 1990).
Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984
tentang industri adalah:
Kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah,
bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan
nilai yang lebih tinggi untuk penggunannya, termasuk kegiatan rancang bangun
dan perekayasaan industri. (Pasal 1 ayat 2).
Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa
pengertian industrialisasi adalah suatu proses untuk mengelolah bahan-bahan
baku konsumsi dan barang-barang yang olah lebih lanjut dengan memperhatikan
aspek produksi dan aspek permintaan.
Menurut klasifikasi Jean Fourastie, sebuah
ekonomi terdiri dari 3 bagian. Bagian pertama terdiri dari produksi komoditas
(pertanian, peternakan, ekploitasi sumber daya mineral). Bagian kedua proses
produksi barang untuk dijual dan bagian ketiga sebagai industri layanan. Proses
Industrialisasi didasarkan pada perluasan bagian kedua yang kegiatan ekonominya
didominasi oleh kegiatan bagian pertama.
Sejarah Sektor Industri Indonesia
Pada tahun 1920-an industri modern di
Indonesia semuanya dimiliki oleh orang asing, walau jumlahnya hanya sedikit.
Indutri kecil yang ada pada masa itu berupa industri rumah tangga seperti
penggilingan padi, pembuatan gula merah (tebu dan nira), rokok kretek,
kerajinan tekstil dan sebagainya tidak terkoordinasi dengan baik.
Perusahaan modern pada saat hanya ada dua,
yaitu pabrik rokok milik British American Tobaco (BAT) dan perakitan kendaraan
bermotor General Motor Car Assembly. Depresi ekonomi yang melanda Indonesia
tahun 1930an meruntuhkan perekonomian, megakibatkan menurunnya penerimaan ekspor
dari 1.448 gulden menjadi 505 gulden (1929) yang mengakibatkan pengangguran.
Melihat situasi tersebut pemerintah Hindia Belanda mengubah system dan pola
kebijakan ekonomi dari sektor perkebunan ke sektor industri, dengan memberi
kemudahan dalam pemberian ijin dan fasilitas bagi pendirian industri baru.
Berdasarkan Sensus Industri Pertama (1939), industri yang ada ketika itu
mempekerjakan 173 ribu orang di bidang pengolahan makanan, tekstil dan barang
logam, semuanya milik asing.
Pada masa perang dunia II kondisi
industrialisasi cukup baik. Namun setelah pendudukan Jepang keadaannya
terbalik. Disebabkan larangan impor bahan mentah dan diangkutnya barang kapital
ke Jepang dan pemaksaan tenaga kerja (romusha) sehingga investasi negara asing
nihil. Setelah Indonesia merdeka, mulai dikembangkan sektor industri dan
menawarkan investasi walau dalam tahap percobaan. Tahun 1951, pemerintah
meluncurkan RUP (Rencana Urgensi Perekonomian). Program utamanya menumbuhkan
dan mendorong industri kecil pribumi dan memberlakukan pembatasan industri
besar atau modern yang dimiliki orang Eropa dan Cina. Pada tahun 1957 sektor
industri mengalami stagnasi dan perekonomian mengalami masa teduh, pada tahun
1960-an sektor industri tidak berkembang. Akibat karena situasi polotik yang
bergejolak, juga disebabkan kurangnya modal dan tenaga ahli yang terampil.
Pemberlakuan dua undang-undang baru, PMA tahun 1967 dan PMDN tahun 1968
ternyata mampu membangkitkan gairah sektor industri.
Perkembang sektor industri sejak orde baru,
atau tepatnya semasa pembangunan jangka panjang tahap pertama, sangat
mengesankan. Hal itu dapat dilihat dari berbagai ukuran perbandingan seperti
jumlah unit usaha atau perusahaan, jumlah tenaga kerja yang diserap, nilai
keluaran (output) yang dihasilkan, sumbangan dalam perolehan devisa, kontribusi
dalam pembentukan pendapatan nasional, serta tingkat pertumbuhannya.
·
Masalah keterbelakangan
Industrialisasi di Indonesia
Dari jumlah penduduk Indonesia termasuk negara
sedang berkembang terbesar k-3 setelah india dan cina. Namun diluar dari segi
industrialisasi, Indonesia dapat dikatakan baru mulai salah satu indikator dari
tingkat industrialisasi adalah sumbangan sektor industri dalam GDP (groos
domestic product). Dari ukuran ini sektor industri di Indonesia sangat
ketinggalan dibandingkan dari negara-negara utama di asia. Dua ukuran lain
adalah besar nya nilai tambah yang di hasilkan sektor industri dan nilai tambah
perkapita.
Dari segi ukuran mutlak sektor industri di
Indonesia masih sangat kecil, bahkan kalah dengan negara-negara kecil seperti
Singapura, Hongkong dan Taiwan. Secara perkapita nilai tambah sektor industri
di Indonesia termasuk yang paling rendah di asia. Indikator lain tingkat
industrialisasi adalah produksi listrik perkapita dan prosentasi produksi
listrik yang digunakan oleh sektor industri. Di Indonesia produksi listrik
perkapita sangat rendah, dan dari tingkat yang rendah ini hanya sebagian kecil
yang di gunakan oleh konsumen industri.
Keadaan sektor industri selama tahun 1950-an
dan 1960-an pada umumnya tidak menggembirakan karena iklim politik pada waktu
yang tidak menentu. Kebijakan perindustrian selama awal tahun 1960-an
mencerminkan filsafat proteksionalisme dan eatisme yang ekstrim, dengan akibat
kemacetan produksi. Sehingga produksi sektor industri praktis tidak berkembang
(stagnasi). Selain itu juga disebabkan karena kelangkaan modal dan tenaga kerja
ahli yang memadai.
Perkembangan sektor industri mengalami
kemajuan yang cukup mengesankan pada masa PJP I, hal ini dapat dilihat dari
jumlah usaha, tenaga kerja yang di serap, nilai keluaran yang dihasilkan,
sumbangan devisa dan kontribusi pembentukan PDB, serta pertumbuhannya sampai
terjadinya krisis ekonomi di Indonesia.
Faktor-Faktor yang dapat menghambat
perkembangan perindustrian adalah:
1. Keterbatasan
teknologi
Kurangnya perluasan dan penelitian dalam
bidang teknologi menghambat efektivitas dan kemampuan produksi.
2. Kualitas
sumber daya manusia
Terbatasnya tenaga profesional di Indonesia
menjadi penghambat untuk mendapatkan dan mengoperasikan alat alat dengan
teknologi terbaru.
3. Keterbatasan
dana pemerintah
Terbatasnya dana pengembangan teknologi oleh
pemerintah untuk mengembangkan infrastruktur dalam bidang riset dan teknologi.
Industrialisai di Indonesia mengalami
kemunduran mulai dari semenjak krisis ekonomi terjadi di tahun 1998, hal ini
terjadi karna suhu politik yang tidak stabil pada saat itu. Akan tetapi
kemunduran ini bukanlah berarti Indonesia tidak memiliki modal untuk melakukan investasi
pada industri dalam negeri, tetapi indonesia lebih memfokuskan kepada
penyerapan barang hasil produksi industri dalam negeri. Membuka pasar dalam
negeri adalah kunci penting bagi industri Indonesia untuk bisa bangkit lagi
karena saat ini pasar Indonesia dikuasai oleh produk produk luar.
·
Kebijakan Industrialisasi
Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas
yang menjadi pedoman dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan,
kepemimpinan, dan cara bertindak. Istilah ini dapat diterapkan pada
pemerintahan, organisasi dan kelompok sektor swasta, individu. Kebijakan
berbeda dengan peraturan dan hukum. Jika hukum dapat memaksakan atau melarang
suatu perilaku (misalnya suatu hokum yang mengharuskan pembayaran pajak penghasilan),
kebijakan hanya menjadi tindakan yang paling mungkin memperoleh hasil
yang diinginkan.
Kebijakan atau kajian kebijakan dapat pula
merujuk pada proses pembuatan keputusan-keputusan pentingnya organisasi,
termasuk identifikasi berbagai alternatif seperti prioritas program atau
pengeluaran, dan pemilihannya berdasarkan dampaknya. Kebijakan juga dapat
diartikan sebagai mekanisme politis , menejeman , finansial, atau administratif
untuk mencapai suatu tujuan eksplisit.
Pemerintahan orde baru melakukan
perubahan-perubahan besar dalam kebijakan perindustrian. Ada tiga aspek
kebijakan ekonomi orde baru yang menumbuhkan iklim lebih baik bagi pertumbuhan
sektor industri. Ketiga aspek tersebut adalah:
1. Dirombaknya
sistem devisa. Sehingga transaksi luar negeri menjadi lebih bebas dan lebih
sederhana.
2. Dikuranginya
fasilitas-fasilitas khusus yang hanya disediakan bagi perusahaan Negara, dan
kebijaksanaan pemerintah untuk mendorong pertumbuhan sektor swasta bersama-sama
dengan sektor BUMN.
3. Diberlakukannya
undang-undang penanaman modal asing (PMA).
Dalam implementasinya ada empat argumentasi
basis teori yang melandasi suatu kebijakan industrialisasi, yaitu :
a. Keunggulan
komperatif
Negara-negara yang menganut basis teori
keunggulan komperatif (comparative advantage) akan mengembangkan sub sektor
atau jenis-jenis industri yang memiliki keunggulan komparatif baginya.
b. Keterkaitan
industrial
Negara-negara yang bertolak dari keterkaitan
industrial (industrial linkage) akan lebih mengutamakan pengembangan
bidang-bidang kegiatan atau sektor-sektor ekonomi lain.
c. Penciptaan
kesempatan kerja
Negara yang industrialisasinya dilandasi
argumentasi penciptaan lapangan kerja (employment creator) niscaya akan lebih
memprioritaskan pengembangan industri-industri yang paling banyak tenaga kerja.
Jenis industri yang dimajukan bertumpu pada industri-industri padat karya dan
indsutri-industri kecil.
d. Loncatan
teknologi
Negara-Negara yang menganut argumentasi
loncatan teknologi (teknologi jump) percaya bahwa industri-industri yang
menggunakan tehnologi tinggi (hitech) akan memberikan nilai tambah yang sangat
baik, diiringi dengan kemajuan bagi teknologi bagi industri-industri dan sektor
lain.
·
Peranan Sektor Industri Indonesia
Sektor industri merupakan sektor utama dalam
perekonomian Indonesia setelah sektor pertanian. Sektor ini sebagai penyumbang
terbesar dalam pembentukan PDB Indonesia sampai tahun 1999. Bahkan sejak tahun
1991 peran sektor industri mampu menjadi sektor utama dengan mengalahkan sektor
pertanian.
Di Indonesia industri dibagi menjadi empat
kelompok, yaitu industri besar, industri sedang, industri kecil dan industri
rumah tangga. Pengelompokan ini didasarkan pada banyaknya tenaga kerja yang
terlibat didalamnya, tanpa memperhatikan industri yang digunakan.
Perindustrian di Indonesia telah berkembang
pesat. Namun perindustrian yang telah maju tersebut tampaknya malah menjadi
malapetaka bagi sektor pertanian. Dengan semakin banyaknya pabrik yang berdiri
di setiap daerah bahkan daerah pedesaan telah menggusur lahan-lahan pertanian
produktif yang jika tetap digunakan dapat menghasilkan komoditas pertanian yang
unggul. Selain itu hujan asam yang timbul akibat adanya pencemaran dari gas-gas
beracun yang tersebar di udara oleh pabrik-pabrik tersebut dapat merusak
tanaman dan tanah sehingga hasil yang didapat sangat tidak bagus bahkan kurang
baik jika dikonsumsi oleh manusia.
·
Dampak Industrialisasi Di
Indonesia
Pengalaman beberapa negara berkembang
khususnya negara-negara yang gandrung memakai teknologi dalam industri yang
ditransfer dari negara-negara maju (core industry) untuk pembangunan ekonominya
seringkali berakibat pada terjadinya distorsi tujuan. Keadaan ini terjadi
karena aspek-aspek dasar dari manfaat teknologi bukannya dinikmati oleh negara
importir, tetapi memakmurkan negara pengekpor atau pembuat teknologi.
Negara pengadopsi hanya menjadi konsumen dan ladang pembuangan produk teknologi
karena tingginya tingkat ketergantungan akan suplai berbagai jenis produk
teknologi dan industri dari negara maju Alasan umum yang digunakan oleh
negara-negara berkembang dalam mengadopsi teknologi (iptek) dan industri,
searah dengan pemikiran Alfin Toffler maupun John Naisbitt yang meyebutkan
bahwa untuk masuk dalam era globalisasi dalam ekonomi dan era informasi harus
melewati gelombang agraris dan industrialis. Hal ini didukung oleh itikad
pelaku pembangunan di negara-negara untuk beranjak dari satu tahapan
pembangunan ke tahapan pembangunan berikutnya.
Pada dewasa ini yang menjadi bahan perdebatan
adalah bagaimana menyusun suatu pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan
lingkungan. Semakin meningkatnya populasi manusia mengakibatkan tingkat
konsumsi produk dan energi meningkat juga. Permasalahan ini ditambah dengan ketergantungan
penggunaan energi dan bahan baku yang tidak dapat diperbarui. Pada awal
perkembangan pembangunan, industri dibangun sebagai suatu unit proses yang
tersendiri, terpisah dengan industri lain dan lingkungan. Proses industri ini
menghasilkan produk, produk samping dan limbah yang dibuang ke
lingkungan.Adanya sejumlah limbah yang dihasilkan dari proses produksi,
mengharuskan industri menambah investasi untuk memasang unit tambahan untuk
mengolah limbah hasil proses sebelum dibuang ke lingkungan. Pengendalian
pencemaran lingkungan dengan cara pengolahan limbah (pendekatan end of pipe)
menjadi sangat mahal dan tidak dapat menyelesaikan permasalahan ketika jumlah
industri semakin banyak, daya dukung alam semakin terbatas, dan sumber daya
alam semakin menipis.
Persoalannya kemudian, pada era dewasa ini,
apapun sektor usaha yang dibangkitkan oleh sebuah bangsa maupun kota harus
mampu siap bersaing pada tingkat global. Walaupun sebenarnya apa yang disebut
dengan globalisasi baru dapat dikatakan benar-benar hadir dihadapan kita ketika
kita tidak lagi dapat mengatakan adanya produk-produk, teknologi, korporasi,
dan industri-industri nasional. Dan aset utama yang masih tersisa dari suatu
bangsa adalah keahlian dan wawasan rakyatnya, yang pada gilirannya akan mengungkapkan
kemampuan suatu bangsa dalam membangun keunggulan organisasi produksi dan
organisasi dunia kerjanya.
Kasus Indonesia Indonesia memang negara “late
corner” dalam proses industrialisasi di kawasan Pasifik dan dibandingkan
beberapa negara di kawasan ini kemampuan teknologinya juga masih terbelakang.
Terlepas dari berbagai keberhasilan pembangunan yang disumbangkan oleh
teknologi dan sektor indusri di Indonesia, sesungguhnya telah terjadi
kemerosotan sumber daya alam dan peningkatan pencemaran lingkungan, khususnya
pada kota-kota yang sedang berkembang seperti Gresik, Surabaya, Jakarta,
bandung Lhoksumawe, Medan, dan sebagainya.
Berikut ada beberapa dampak positif dari
pembangunan industri:
a. Menambah
penghasilan penduduk.
b. Menghasilkan
aneka barang.
c. Memperluas
lapangan pekerjaan.
d. Mengurangi
ketergantungan dengan negara lain.
e. Memperbesar
kegunaan bahan mentah.
f. Bertambahnya
devisa negara.
Dan di bawah ini beberapa dampak negatif dari
pembangunan industri:
a. Terjadinya
arus urbanisasi.
b. Terjadinya
pencemaran lingkungan.
c. Adanya
sifat konsumerisme.
d. Lahan
pertanian semakin kurang.
e. Cara
hidup masyarakat berubah.
f. Limbah
industri menyebabkan polusi tanah.
g. Terjadinya
peralihan mata pencaharian.
Sumber :
https://www.academia.edu/6194328/MAKALAH_Masalah_Industrialisasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar