Pengertian
Dumping
Dumping adalah suatu kebijakan negara
atau perusahaan dari suatu negara untuk menjual produknya di luar negeri dengan
harga yang lebih rendah bandingkan terhadap harga jual produk itu di dalam
negeri itu sendiri.
Pengertian dumping dalam konteks hukum
perdagangan internasional adalah suatu bentuk diskriminasi harga internasional
yang dilakukan oleh sebuah perusahaan atau negara pengekspor, yang menjual
barangnya dengan harga lebih rendah di pasar luar negeri dibandingkan di pasar
dalam negeri sendiri, dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan atas produk
ekspor tersebut.
Menurut kamus hukum ekonomi dumping
adalah praktik dagang yang dilakukan eksportir dengan menjual komoditi di
pasaran internasional dengan harga kurang dari nilai yang wajar atau lebih
rendah daripada harga barang tersebut di negerinya sendiri atau daripada harga
jual kepada negara lain, pada umumnya, praktik ini dinilai tidak adil karena
dapat merusak pasar dan merugikan produsen pesaing di negara pengimport.
menurut Kamus Ekonomi
(Inggris-Indonesia), dumping adalah suatu bentuk diskriminasi harga, di mana
misalnya seorang produsen menjual pada dua pasar yang berbeda atau dengan
harga-harga yang berbeda, karena adanya penghalang tertentu antara pasar-pasar
tersebut dan terdapat elastisitas permintaan yang berbeda antara kedua pasar
tersebut.
Indonesia sebagai negara berkembang pada
umumnya akan memilih suatu perusahaan domestik untuk disubsidi khususnya
industri yang benar-benar menjadi ekspor Indonesia. Dan selain itu, Indonesia
juga mengambil kebijakan ekonomi seperti penetapan batasan impor, hambatan
tarif dan non tarif dan kebijakan lainnya. Sama seperti negara lainnya, Korea
juga menetapkan kebijakan ekonomi anti dumping untuk melindungi industri
domestiknya. Kali ini yang menjadi sasaran negara yang melakukan dumping adalah
Indonesia.
Contoh
Kasus
Salah satu kasus yang terjadi antar
anggota WTO yaitu kasus antara Korea Selatan dan Indonesia, dimana Korsel
menuduh Indonesia melakukan dumping Woodfree Copy Paper ke Korsel
sehingga Indonesia mengalami kerugian yang cukup besar.
Pada mulanya harga produk kertas Korsel
tinggi dan juga produsen kertas Korsel tidak dapat memenuhi beberapa permintaan
pasar. Pada saat itulah masuk produk kertas Indonesia dengan harga yang lebih
murah (termasuk jika dibandingkan dengan harga di pasar Indonesia) dan juga dengan
produk yang memiliki fungsi/nilai substitusi atas produk kertas yang tidak
dapat dipenuhi produsen kertas Korsel, hal ini disebut juga dengan “Like
Product”. Karena hal inilah maka produk kertas Indonesia lebih banyak diminati
oleh pasar di Korsel, sedangkan kertas produk Korsel sendiri menurun
penjualannya. Itulah mengapa Korsel menetapkan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD)
terhadap produk kertas yang masuk dari Indonesia, untuk melindungi produk dalam
negeri nya.
Produk kertas Indonesia yang dikenai tuduhan
dumping mencakup 16 jenis produk, tergolong dalam kelompok uncoated paper
and paper board used for writing, printing, or other graphic purpose serta carbon
paper, self copy paper and other copying atau transfer paper.
Kasus ini bermula ketika industri kertas
Korea Selatan mengajukan petisi anti-dumping terhadap produk kertas Indonesia
kepada Korean Trade Commission (KTC) pada 30 September 2002. Dan pada
9 Mei 2003, KTC mengenai Bea Masuk Anti Dumping Sementara (BMADS) dengan
besaran untuk PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk sebesar 51,61%, PT Pindo Deli
11,65%, PT Indah Kiat 0,52%, April Pine dan lainnya sebesar 2,80%. Namun, pada
7 November 2003 KTC menurunkan BMAD terhadap produk kertas Indonesia ke Korsel
dengan ketentuan PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk, PT Pindo Deli dan PT Indah
Kiat diturunkan sebesar 8,22% dan untuk April Pine dan lainnya 2,80%.
Dan akibat adanya tuduhan dumping itu
ekspor produk itu mengalami kerugian. Ekspor Woodfree Copy Paper Indonesia
ke Korsel yang pada tahun 2002 mencapai 102 juta dolar AS, turun menjadi 67
juta dolar pada tahun 2003. Dan Indonesia mengadukan masalah ini ke WTO tanggal
4 Juni 2004 dan meminta diadakan konsultasi bilateral, namun konsultasi yang
dilakukan pada 7 Juli 2004 gagal mencapai kesepakatan
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar